Senin, 25 Mei 2009

Betapa Bahagianya

Ketika seorang kerabat mengabarkan berita kematian si fulan, spontan terucap kalimat Innalillahi wa inna Ilaihi rojiun, meski kadang ada yang tidak faham apa artinya, malah kadang ada yang hanya mengucapkan kalimat awalnya saja dan dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan kapan kejadiannya? dimana? kenapa?
Ajal memang datangnya selalu tak terduga, kapanpun datang, pantas saja untuk diberitakan. Tidak peduli dini hari, pagi, menjelang siang, tengah hari, sore maupun malam. Siapapun juga pantas menyandangnya, bayi, anak-anak, remaja, dewasa, tua, pengemis, pengusaha, raja maupun presiden. Dimanapun juga pantas kejadiannya, mau di rumah, di jalan, di kolong jembatan, di sungai, di kantor, di dalam mobil di medan pertempuran, maupun di rumah sakit.
Suatu waktu Allah pasti akan mengirimkan malaikat maut-Nya, Izroil sang pencabut nyawa untuk menjemput dengan tiada ampun dan akan membawa ruh kita kehadapan-Nya. Saat yang tepat bagi Allah belum tentu menjadi saat yang tepat bagi kita. Mungkin kita masih merasa kuat, masih merasa sehat, masih semangat-semangatnya bekerja, ternyata akan mendahului bapak ibu kita yang sudah tua, yang sudah tak bertenaga, yang mungkin juga sudah sakit-sakitan. Atau mungkin anak-anak kita yang masih sangat muda dengan cita-citanya yang masih jauh diangan, yang sedang mekar-mekarnya, yang sedang semangat-semangatnya belajar, ternyata akan mendahului kita. Rahasia Allah mengenai datangnya ajal tersimpan sempurna, tak akan bocor. Kita tunggu gilirannya siapa yang akan lebih dulu dipanggil.
Lalu apa yang bisa kita harapkan ketika kita sudah tiada? Yang kita tahu bahwa waktu itu kita sudah tidak bisa beribadah lagi, kita sudah tidak bisa berbuat kebaikan lagi, kita sudah tidak bisa beramal lagi. Amalan-amalan kita sudah terhenti pencatatannya. Kita hanya bisa berharap dari pahala-pahala atas amalan-amalan kita yang kita tanam yaitu ilmu yang bermanfaat yang kita sumbangkan selama kita mengenyam dunia. Kita hanya bisa mengharapkan dari amal jariah, harta, pikiran dan tenaga kita yang kita sumbangkan dengan ikhlas dan mudah-mudahan masih dimanfaatkan umat. Kita hanya bisa mengharapkan doa-doa dari anak-anak saleh kita.
Ikhlas adalah kunci dari ibadah dan amal kita. Ketika kita ada kesempatan membagi ilmu dengan teman, kalau kita ikhlas mengajarinya tanpa ada rasa riak atau sombong, inilah ladang amal kita yang akan kita petik ketika kita sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kalau kita hanya bisa membuat kolam ikan, kita bisa berbagi ilmu, kita bisa ajarkan bagaimana membuat kolam yang baik, tidak bocor, bening terus tanpa harus sering menguras airnya. Insya Allah ketika teman masih memanfaatkan ilmu yang kita berikan, pahalanya akan terus mengalir. Kalau kita hanya bisa berkebun, lalu seorang teman datang minta diajari, mari kita ajari dengan ikhlas. Insya Allah ketika teman memanfaatkan lahan garapannya, ganjarannya akan terus mengalir. Kalau kita hanya bisa memasak dan teman kita minta diajari, mari kita ajari dengan ikhlas. Selama teman kita memakai cara kita, kita akan terus diberikan pahala-pahala.Jadi untuk apa kita takut berbagi ilmu? Kalau gantinya adalah pahala-pahala yang terus mengalir ketika kita sudah tidak bisa apa-apa lagi. Lihatlah para guru SD, SMP, SMU, para dosen yang mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan kepada beribu-ribu siswa. Beliau tidak merasa tersaingi, Beliau tidak merasa terancam posisinya sebagai guru.
Ikhlas adalah kunci dari ibadah dan amal kita. Ketika kita diberi limpahan materi, badan yang kuat, apa yang bisa kita sumbangkan pada agama kita. Ada seseorang mengetuk pintu rumah kita dipagi hari, disiang hari atau dimalam hari. Ketika kita bukakan pintu dan ternyata yang datang orang yang minta sumbangan untuk pembangunan masjid, untuk menyantuni anak yatim, untuk menyantuni kaum duafa. Apa yang kita lakukan?Ada yang dengan ikhlas memberi sumbangan meskipun tidak banyak, ada yang memberi sumbangan tapi tidak ikhlas, ada yang tidak memberi, ada yang mengusir, malah ada yang curiga kalau yang datang penipu, dokumen yang dibawanya pasti palsu. Apa kita benar tahu kalau yang datang itu penipu? Apa kita benar yakin kalau yang datang itu dokumennya palsu?Kalau kita tidak mau memberi ya sudah tidak usah berprasangka yang tidak-tidak. Kalau kita mau memberi walau sedikit tapi dengan ikhlas, itu akan lebih baik nilainya, kita akan diberi pahala ketika memberi bantuan. Kalau ternyata mereka memang menipu tapi kita tidak tahu, itu adalah urusan dia dengan Allah, dia yang akan menanggung dosanya. Tapi kalau ternyata apa yang disampaikannya benar dan kita sudah menyumbang, inilah lahan yang tergarap yang akan kita petik hasilnya ketika kita sudah tidak bisa apa-apa.
Ikhlas adalah kunci dari ibadah dan amal kita. Ketika kita diberi umur panjang dan diberi amanat dengan dihadirkannya seorang anak dari rahim para ibu. Apa yang bisa kita ajarkan pada mereka sebagai bekal hidup di dunia sampai di akherat dengan selamat. Mari kita ajarkan anak-anak kita untuk selalu mengagungkan Allah, Mencintai nabi dan rosulnya, mencintai agamanya. Mari kita ajarkan pada mereka untuk selalu ingin berbuat kebaikan bagi agamanya, kita didik anak kita untuk bisa berdoa dengan baik, berdoa untuk dirinya, untuk kita, untuk keturunannya kelak dan untuk agamanya. Betapa bahagianya memiliki anak-anak yang berpegang teguh pada keyakinan dan punya tujuan hidup berlandaskan iman pada Allah.
Kehidupan dunia itu, yang lahiriahnya begitu indah, begitu mempesona, begitu menggiurkan, begitu melenakan setiap insan, bahkan tak sedikit yang memujanya. Pernahkah terpikirkan seberapa banyak kehidupan dunia yang bisa dinikmati? Seberapa lama kehidupan dunia bisa kita tinggali?Ternyata tak semua orang bisa menikmati makanan yang enak-enak hanya karena alasan kesehatan. Seperti sate kambing, gulai kambing, soto makasar, rawon dan makanan yang judulnya berlemak. Adalah musuh yang punya penyakit darah tinggi, kolesterol, asam urat dan masih banyak lagi.
Ternyata tak semua orang bisa menikmati tempat hiburan yang katanya sangat menarik. Seperti pemandangan di dasar laut, puncak gunung, hamparan hutan bak permadani jika dilihat dari atas, hanya karena alasan takut tenggelam, takut ketinggian, takut binatang buas dan lain-lain.
**Jika dibandingkan dengan kehidupan akherat yang kekal, dunia memang tak ada apa-apanya. Kita boleh-boleh saja mencintai dunia, tapi jangan sampai melupakan kehidupan akherat. Bangunlah kehidupan akherat dengan membantu orang-orang yang tak mampu, membantu orang-orang yang berjuang di jalan Allah, membantu anak-anak menggapai akheratnya dengan selamat.


Jumat, 22 Mei 2009

yuuk... cari bekal !


Jika kita dihadapkan pada satu pertanyaan.
“Kalau kita sudah tiada, ingin dikenang sebagai apa?”

Mungkin dari kita akan ada yang menjawab seperti ini:
“Saya ingin dikenang sebagai ibu / bapak yang baik bagi anak-anak”
“Saya ingin dikenang sebagai istri / suami yang baik”
“Saya ingin dikenang sebagai anak yang berbakti”
“Saya ingin dikenang sebagai saudara yang baik”
“Saya ingin dikenang sebagai sahabat yang baik”
“Saya ingin dikenang sebagai teladan””Saya ingin dikenang karena karya-karya saya”
“Saya ingin dikenang kebaikan-kebaikan saya saja”

Sungguh suatu jawaban yang sangat mulia, cita-cita yang sangat luhur. Semua pasti menginginkannya. Tapi, ternyata tidak mudah menggapai atau mewujudkan cita-cita itu.

Apakah kita memang benar-benar sudah menjadi ibu / bapak yang baik bagi anak-anak?
Apakah kita memang benar-benar sudah menjadi istri / suami yang baik?
Apakah kita memang benar-benar sudah menjadi anak yang berbakti?
Apakah kita memang benar-benar sudah menjadi saudara yang baik?
Apakah kita memang benar-benar sudah menjadi sahabat yang baik?
Apakah kita memang benar-benar sudah menjadi orang yang berjasa? Sampai-sampai orang yang mengenal kita akan mengenang kebaikan-kebaikan kita.

Mari kita lihat lagi potret-potret dalam album kenangan kita, mari kita toleh lagi sejarah yang kita tulis.

Apakah kita sudah bertindak bijaksana ketika mendidik anak-anak, dan tidak melampiaskan emosi ketika sedang penat pikiran?

Apakah kita, ketika sedang tertidur lelap lalu ayah atau ibu minta bantuan dipijit atau dikerok, kita datangi mereka dengan lapang dada atau dengan cemberut?

Apakah kita, ketika teman dalam kesulitan, kita sudah memberikan jalan keluar dengan ikhlas?

Apakah kita sudah menorehkan suatu karya yang bermanfaaat bagi masyarakat banyak?

Mari kita berkaca diri.

Datangnya maut tak bisa diduga. Mungkin kita masih diberi kesempatan menghirup udara bebas ini bertahun-tahun lagi, sehingga kita masih bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah kita perbuat.

Tapi siapa yang akan menyangka kalau ternyata kedipan mata ini adalah kedipan mata yang terakhir, atau hembusan nafas ini adalah hembusan nafas yang terakhir. Kalau benar, kenangan apa yang kita tinggalkan saat ini?

Karena itu, secepatnya, sesegera mungkin, kita rubah diri kita menjadi lebih baik dari sekarang.